Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Environmental, Social, and Governance (ESG) semakin medusa88 sering terdengar, terutama di dunia bisnis dan investasi. ESG seringkali digunakan untuk menggambarkan upaya perusahaan dalam memitigasi dampak negatif terhadap lingkungan, memberikan dampak sosial yang positif, dan mengelola praktik tata kelola perusahaan yang baik. Meskipun istilah ini memiliki niat yang baik, seringkali penekanannya lebih pada memenuhi standar atau sekadar simbol yang dipakai untuk menunjukkan kepatuhan pada tren global. Namun, ada argumen yang kuat bahwa kita seharusnya lebih fokus pada ketahanan (resilience) daripada hanya sekadar memenuhi kriteria ESG.
Perbedaan Esensial: ESG vs Ketahanan
Ketahanan, dalam konteks bisnis dan organisasi, bukan hanya soal mengikuti tren atau memenuhi kriteria tertentu yang ditentukan oleh pihak ketiga. Ketahanan lebih berbicara tentang bagaimana sebuah entitas dapat bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun dihadapkan pada krisis atau tantangan yang tidak terduga. Ketahanan mencakup kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan iklim, krisis ekonomi, kerentanan sosial, dan tantangan lainnya yang memerlukan strategi jangka panjang dan kebijakan yang dinamis.
Sebaliknya, ESG sering kali dikaitkan dengan upaya memenuhi serangkaian indikator yang ditetapkan oleh pihak luar, seperti lembaga pemeringkat ESG atau peraturan pemerintah. Ketika sebuah perusahaan hanya fokus pada pemenuhan standar ESG tanpa benar-benar berkomitmen untuk menjadi lebih tangguh dan adaptif, kita mungkin hanya melihat “kotak centang” yang dipenuhi tanpa memahami dampak jangka panjangnya. Dengan kata lain, ESG bisa menjadi lebih tentang citra daripada hasil nyata yang berfokus pada kelangsungan hidup dan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Ketahanan: Tidak Hanya Soal Lingkungan
Ketahanan lebih luas daripada sekadar aspek lingkungan, yang sering menjadi sorotan utama dalam diskusi ESG. Meskipun perubahan iklim dan kerusakan lingkungan sangat penting untuk ditangani, ketahanan yang sesungguhnya melibatkan dimensi yang lebih holistik. Dalam dunia yang terus berubah, ketahanan mencakup kesiapan untuk menghadapi krisis kesehatan global seperti pandemi, perubahan sosial yang cepat, serta dampak ekonomi yang tidak terduga. Misalnya, selama pandemi COVID-19, banyak perusahaan yang berfokus pada ketahanan operasional dan sosial, seperti menjamin kesejahteraan pekerja mereka, beradaptasi dengan teknologi baru, dan merumuskan model bisnis yang lebih fleksibel.
Ketahanan juga mencakup bagaimana sebuah organisasi merespons ketidakpastian ekonomi, seperti fluktuasi harga bahan baku atau krisis finansial global. Ketika organisasi hanya terfokus pada memenuhi kriteria ESG tanpa memiliki ketahanan dalam struktur dan operasional mereka, mereka berisiko tidak dapat bertahan dalam menghadapi perubahan yang cepat dan ekstrem.
Peran Ketahanan dalam Sosial dan Tata Kelola
Salah satu aspek yang seringkali diabaikan dalam ESG adalah ketahanan sosial dan tata kelola. Ketahanan sosial berarti bagaimana suatu perusahaan atau organisasi berinteraksi dengan komunitas sekitarnya, memastikan bahwa mereka tidak hanya menguntungkan pemegang saham, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Ini bisa berarti menciptakan pekerjaan yang layak, memberikan akses pendidikan dan kesehatan, serta berpartisipasi aktif dalam pembangunan sosial yang berkelanjutan.
Ketahanan dalam tata kelola (governance) mengarah pada bagaimana perusahaan merancang dan mengelola sistem internalnya agar dapat beradaptasi dengan perubahan, mengurangi risiko, dan menciptakan keteguhan dalam menghadapi tantangan. Kepemimpinan yang kuat, sistem manajemen yang transparan, dan budaya organisasi yang inklusif adalah bagian integral dari ketahanan ini.
Ketahanan dalam Praktik
Untuk benar-benar memahami ketahanan, kita perlu mengintegrasikan prinsip-prinsip ketahanan dalam strategi jangka panjang. Ini bukan hanya tentang memiliki kebijakan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan atau melibatkan diri dalam inisiatif sosial. Lebih jauh dari itu, ini tentang bagaimana perusahaan membangun sistem yang dapat bertahan dalam menghadapi ketidakpastian. Misalnya, menggunakan sumber daya secara efisien, mengoptimalkan rantai pasokan agar lebih tangguh terhadap gangguan, serta mengembangkan inovasi yang mendukung keberlanjutan.
Selain itu, ketahanan juga berarti kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ada. Ketika suatu perusahaan terjebak dalam rutinitas atau hanya berfokus pada pemenuhan standar ESG tanpa benar-benar merencanakan ketahanan mereka, mereka bisa jadi tidak siap menghadapi kejadian yang tak terduga. Perusahaan yang tangguh akan terus berinovasi dan mencari solusi untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya bertahan tetapi juga tumbuh melalui tantangan.
Kesimpulan
Mengganti istilah ESG dengan ketahanan adalah langkah yang lebih relevan dan berorientasi masa depan. Ketahanan bukan hanya soal memenuhi standar atau persyaratan yang ada, tetapi tentang bagaimana suatu organisasi atau perusahaan dapat bertahan, beradaptasi, dan berkembang dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks dan dinamis. Membangun ketahanan yang sejati akan memungkinkan organisasi untuk tidak hanya menghadapi krisis, tetapi juga meraih peluang yang muncul dari perubahan dan ketidakpastian. Ketahanan adalah pondasi untuk keberlanjutan yang sejati, bukan sekadar memenuhi tren atau standar yang ada.